Popular Posts

Saturday, February 18, 2012

Interval di trek Sentul - Curug panjang

Dimulai dari sebaran informasi How to improve your bike performance dengan interval. Hmmpf... binatang apa pula ini. Karena bacanya susah akhirnya setelah meminta konfirmasi lebih kira2 artinya begini. Ini satu jenis latihan sepeda dengan membagi dengan interval waktu 6x6. 6 menit dengan cadence tinggi sekitar 80 dan Heart rate tinggi, kemudian 6 menit kita turunkan heart rate supaya 6 menit berikutnya bergantian. Selama ini kirain Cuma main di cadence aja. Bagi yang belum tahu cadence itu adalah banyaknya kita memutar crank, biasanya dalam menit. Hari ini mau cerita apa ya? Teknik sepeda kok kayanya jadi sok tahu yah. Nggapapa, kita campur aja yah. Sekalian sama belum pernah kan di blog ini cerita tentang trek curug panjang. Curug Panjang sendiri letaknya di atas mega mendung, Puncak, Bogor. Di daerah ini memang banyak curug seperti curug Cilember dan lain2. Mungkin disebut curug panjang, karena pada dasarnya terdiri dari beberapa curug (ngarang aja). Sebenarnya sudah sering sy kesini tapi kali ini kita mulai dari Sentul sehingga lebih menantang tentunya. Start dari Ruko Niaga, Sentul City atau sering disebut Bakmi Golek jam 7.47. Setelah mendapatkan wejangan latihan interval dari Bos Reza akhirnya kita berempat memutuskan untuk berangkat ke Km 0. Sementara Reza dan Ari ngacir duluan entah kemana, akhirnya sy berdua dengan Charly. Ternyata fitur jam di speedo cukup efektif untuk latihan ini. Jadi setiap kelipatan 5 sy mengganti interval. Contohnya pada jam menunjukkan 7.50 kita start ngebut sampai 7.55 kita gowes santai lagi . Begitu seterusnya. Yang terjadi setiap interval cepat sy langsung meninggalkan Charly, tetapi pada saat interval lambat dikejar oleh Charly bahkan beberapa kali beberapa meter di belakang. Ternyata tidak mudah memakai metoda ini. Agak susah bertahan di kecepatan tinggi selama 5 menit dan bermain lambat selama 5 menit agak canggung. Setelah belok kanan menuju bojong koneng, baru kita dihadapkan oleh tanjakan2 curam yang ngga peduli sama interval kita (lagian siapa juga yang suruh pakai interval hehehe). Bayangin aja, pas kita di interval lambat di depan tanjakan curam. Ngga jadi deh istirahatnya. Agak berantakan sedikit intervalnya, tapi dengan cara ini ternyata tanjakan S, tanjakan sebelum sekolahan, tanjakan vila dan tanjakan sebelum finish bisa dilalap dengan mudah.
O ya, lupa diceritain beberapa interval tinggi tadi sempet mengocok perut tapi untungnya masih bisa diredakan dengan interval lambat. Percaya ngga percaya, dengan melakukan tadi ternyata melihat jam ada di angka 8.43, yaitu 55 menit, mengingat setengah dari perjalanan kita santai (interval lambat). Kesimpulan pertama, main interval dapat memacu kita untuk meningkatkan power dan melatih recovery secepatnya. Untuk latihan pertama ini terasa power yang selama ini memang tidak biasa diasah. Hasilnya selama ini ngga masalah kalau main jauh (endurance) tapi kalau main di kecepatan selalu keteter karena powernya kurang. Istirahat di warung Km 0. Warung yang terletak di persimpangan jalan di desa Bojong Koneng memang tempat bertemunya goweser2 dari Jakarta dan sekitarnya. Ternyata Ari dan Reza menuju Rainbow hill dulu baru menuju Km 0. Wah beda kelas nih. Walhasil kita harus nunggu mereka dulu, minimal Ari rencananya akan bareng kita menuju ke Curug Panjang. Cerita latihan interval sampai di sini. Sekitar jam 9.30, setelah menunggu Ari datang kita lanjut ke Curug Panjang. Dari warung kita ambil lurus berliku2 turunan landai sampai jalanan aspal agak menyempit dan menjadi turunan lumayan curam. Dulu di sini agak berbahaya sebelum aspalnya jadi karena kita keburu momen cepat padahal agak licin. Ingat istilah setiap turunan pasti ada tanjakan? Nah di sini tidak terkecuali. Setelah turun kita dihadapkan tanjakan curam. Tantangannya adalah mempertahankan crank selalu berputar dan kehilangan traksi sekali2. Wah ternyata Ari yang beda kelas di aspal mempunyai kelemahan di trek offroad atau kasus ini trek jalan setapak dengan semen rusak. Tapi begitu sampai atas doski langsung menghilang padahal ternyata belakangan diceritakan bahwa Charly tumbang di tanjakan ini. Maksudnya tumbang adalah benar2 tumbang karena clit eggbeater baru yang tidak terlepas sehingga.. ya tumbang. .
Akhirnya menunggu lagi Ari yang salah jalan, karena rencananya kita turun langsung ke kiri. Lumayan setengah jam lagi sambil melihat petani singkong sedang mencangkul ladangnya. Memang kalau sudah melewati tanjakan tadi kita hampir ada di paling atas sehingga pandangan kita luas kemana2. Setelah tanjakan tadi kita ketemu pertigaan, dan belok kiri nanti sekitar 200 meter ada pertigaan lagi nah yang ini kalau biasanya kita ke kanan untuk ke arah rainbow hill (dimana Ari kejauhan), kita ambil ke kiri. Ini adalah arah yang biasa kita ambil kalau mau ke Kampung Awan. Ini trek lain yang lumayan gila dan tembus ke jalan offroad yang menuju pondok pemburu. Tapi di jalan ini kita jangan lurus menuju kampung awan tapi ada jalan ke kanan yang menuju perkampungan. Di sini kita akan menghadapi turunan setengah makadam dan tanah. Lagi2 the aspalers (hehehe) nuntun lagi, ya udah kita foto aja dari bawah. Kapan2 harus coba nih nanjak lewat sini berat tuh keknya. Di bawah kita ketemu jalan aspal tinggal lurus (jangan ke kanan). Nanti kelihatan ada jalanan nanjak ke kiri dan mohon maaf kita ambil yang ini hehehe. Ini kita sudah ada di jalur standar Curug Panjang. Setelah tanjakan curam kita akan dimanja dengan dataran lumayan panjang di antara vila2 sampai ada jalan semen lebih kecil di kiri. Biasanya ada tukang ojek yang nongkrong. Belok ke kiri ini adalah jalanan yang menuju Tanjakan Anjing. Duh nasibmu tanjakan. Jarang yang namanya bagus. Katanya selain yang nanjak di sini sering mengumpat dengan kata itu, di situ memang ada penangkaran anjing. Lagi2 the Aspalers tidak bisa mengatasi kehilangan traksi di semen yang berlumut. Alasannya banyak ibu2 hehehe. Sori ya ai tinggal. .
Istirahat di gerbang vila orang setelah mengakhiri tanjakan anjing kita melanjutkan perjalanan. Setelah itu ada satu tanjakan yang rusak dan berlumut lagi tapi setelah itu kita ketum jalanan aspal lagi kita ambil ke arah kanan Di sini ada pemandangan dinding tanah yang sepertinya mau dibuat pondasi turap karena memang sepertinya potensi longsornya tinggi. Khas pemandangan di sini memang seperti itu. Jalanan yang memutari lembah yang di bawahnya adalah rumah desa atau vila. Setelah itu kita akan ketemu jalan yang lebih besar dan kita ambil ke kiri untuk menuju vihara. Nah untuk yang belum pernah kesini harus cermat. Karena ini memang masuk ke pagar vihara dan tandanya agak gak jelas. Jadi patokannya sebelum jalan menyempit di kiri ada gerbang. Memang seperti masuk ke rumah orang. O ya, di kanan gerbang sepertinya ada pos ojek Cuma jarang ojeknya. Kalau ngga jelas mendingan nanya aja deh. Kalau sudah masuk baru sadar bahwa ini bukan rumah atau vila, karena terdiri dari berbagai macam bangunan seperti aula, bahkan seperti tempat wisata karena ada seperti teater terbukanya. Jadi biasanya banyak anak sekolah seperti study tour atau outing di situ. Masuk lebih dalam lagi nanjak landai dan dikelilingi pohon pinus dan ada vihara atau pura khas Bali. Awas ngga boleh naik kesitu jadi kalau mau foto2 di tangganya aja.
Nah di kanannya adalah pintu keluar dari kawasan vihara itu dan turunan sampai keluar di jalan raya, yaitu warung yang deket reserse atau vila mega indah Wah, kita behind the schedule nih, karena jam sudah menunjukkan jam 11.30, padahal target jam segitu kita sudah di curug. Awalnya diputuskan kita langsung pulang tetapi pada saat kita foto2 di reserse langsung berubah jadi ke atas padahal waktu sudah menunjukan 12.20. Yo wis, target kita jam 13.00 sampai. Latihan interval lagi, tapi start tanjakan Bank Mega yang curam. Ini memang tempat pelatihan Bank Mega, baru interval lambat. Di depan Ari sudah ngacir duluan. Bagi yang pertama kali kesini pasti senang melihat pemandangannya. Karena sangat variatif. Di akhir sebelum air terjun kecil sempet nempel Ari di interval tinggi dan nggak jauh2 amat pas finish. Yang kagetnya waktu ternyata 12.50 jadi hanya setengah jam kita ke sini. Rekor pribadi nih. Ritual tunggu Charly di gerbang sambil berupaya nelpon siapa tahu bisa dibujuk langsung pulang. Tapi Charly is Charly, ngga bakalan menyerah. Akhirnya sampai juga dan malah minta masuk dan minimal nyeburin kaki yang panas ini. Bersapaan dengan d’Pitts yang pulang di lokasi banyak orang berwisata dan bahkan beberapa ada yang bawa shisha (bener ngga sih) jadi baunya semerbak.
Trek pulang hampir sama, tapi kita ngga lewat vihara lagi tapi lewat vila2 di bawahnya. Jadi dari reserse kita lewat jalan aspal saja terus. Nanti ada jalan ke kanan atau pertigaan ke dua (yang pertama lebih ke percabangan jadi ngga keliatan. Nanti keluar ke jalan yang menuju tanjakan anjing tadi. Jalan terus kita ngga lewatin jalan yang berangkatnya itu turunan setengah makadam setengah tanah. Dari sini kita akan lewat double trek, heheh ini jalan aspal untuk ban mobil aja. Ada beberapa belokan ke kiri tapi kita jalan terus sampai nanti ada jalan ke kanan menuju bojong koneng. Sebenarnya jalanan ini adalah jalanan menuju tanjakan tanduk kerbau. Karena sudut tanjakannya bertambah terus sampai super curam seperti bentuk tanduk. Sayangnya jalanan ini ternyata lagi di semen (double trek lagi) sehingga terpaksa kita dorong di sampingnya selain ngga enak sama pekerjanya. Dasar pegowes kalau suruh dorong malah drop, sampai di atas bener2 abis karena otot2 yang tidak pernah dilatih bekerja keras. Sampai di atas kita ambil ke kanan dan sesuai dengan accuweather yang thunderstorm hujan mulai deras. Turunan yang licin kita lalui dengan libih licin karena hujan, tapi ternyata tanjakannya juga berat tidak seperti dugaan kita. Sampai di Bojong Koneng ditungguin Ari dan lanjut turun ke Bakmi Golek. Sampai mobil 15.30 an dan General total Ari 68 km, tapi kalau kita mungkin bisa beda 10 km karena beda muter2nya. Another good trip, dengan metoda interval yang baru dan penggabungan dua trek, yaitu km 0 dan Curug panjang. Bisa lah disebut double expresso.

Saturday, February 11, 2012

Depok Cianten pp, Bike Hard, Eat harder

Weekend ini ikut gowes bareng yang mana ya? Cihuy! Biasanya nanyanya weekend ini pada gowes kemana sih? Lihat milis komunitas di depok ada acara ke Gn Menyan (dimana lagi sih ini?). Tahu sendiri semangat banget kalau ada kemungkinan menjajaki trek yang baru. Lihat milis sepeda lipat ada gowes Bogor – Bandung yang sudah lama ditunggu2. Gimana ya rasanya bareng2 pemakai sepeda lipet jalan jauh. Bandung lagi, lewat Puncak lagi. Karena terakhir kan pakai MTB dan lewat jalur cariu yang gila bener tanjakannya. Kalau lewat puncak kan yang penting naik sampai mang Ade abis itu turunan terus sampai Padalarang baru nanjak alus (halah). Terakhir ada ajakan ke Cianten. Cianten lagi? Pulangnya malem lagi karena macet pula bukan karena gowesnya. Nggak dong, kali ini ajakannya gowes Cinere – Cianten dan rencananya sampai Karacak nanjak lagi sampai kebon teh Cianten. Dan PP pula. Kira2 lebih kali 100 km ada kali ya. Nggak tahu kenapa ya banyak gowes bareng weekend ini ya. Padahal menurut accuweather (situs ramalan cuaca) Sabtu ini ada yang tandanya thunderstorm. Artinya selama ini hampir pasti hujan kalau tandanya seperti itu. Pagi2 sama malemnya juga ada shower sehingga kemungkinan gerimis ada. Anyway go Ahead la... yang penting persiapannya kan? Kita balik lagi ke rencana satu2. Sebenarnya trip gunung Menyan sendiri sudah muncul di permukaan untuk gowes bareng minggu lalu. Tapi karena kuncennya nggak enak bodi jadi cancellah minggu lalu dan rencana dijadiin minggu ini. Lihat lalu lintas milis yang super sibuk (seperti biasa), bahas jadi ngga trek ini kayanya banyakan yang membahas harinya. Mau Sabtu atau Minggu? Malah akhirnya bisa jadi cancel nih. Dari beberapa email yang diintip (abisan jarang komen cuman baca doang) keknya trek ini lebih bersahabat (walau perbandingannya juga ngga tau sama apa). Bisa jadi memang benar ngga terlalu curam tetapi mungkin saja karena ini adalah iming2 supaya banyak yang ikut. Istilahnya brosur palsu hehehe Oke, kita lihat kemungkinan kedua. Gowes seli Bogor-Bandung. Dari pembicaraannya lebih menjanjikan. Nama-nama sudah dilist sampai hampir 30 orang padahal sepertinya target hanya 20 orang. Tikum sudah ditentukan, bahkan ada sponsor topi, kaos bahkan jersey, Oya sama penginapannya juga lho. Penginapan? Iya, karena biasanya kita sampai sudah malam dan perlu tidur dulu baru pulang kembali ke Jakarta atau rumah masing2. Perfekto. Baca terus sampai bawah ternyata ada kabar buruk. Saking bagus rencana ini, bahkan pendaftaran sudah tutup! Jiaaaaah. Padahal baru saja menengok si Speed P8, apakah mungkin beraksi di antara temen2 selinya. Akhirnya usaha terakhir kirim email ke milis seli di Depok kalau2 ada yang cancel dan minta digantikan sy bisa jadi stuntman nya. Nah, baru penawaran ketiga datang untuk gowes bareng Cinere Cianten PP. Setelah tidak ada kabar yang cancel untuk ke Bandung akhirnya kita mendetailkan rencana ini. Ternyata sebenarnya acara besarnya adalah acaranya 69ers. Suatu komunitas sepeda dari Bintaro (atau BSD yah?) yang nte Mirna (teman satu kantor) dan suaminya sering gabung. Mereka sendiri kabarnya ada 50 orangan jalan dari BSD ke Cianten. Nah rencana kita tim kecil (jadi berempat beserta Om Irvan) jalan dari Cinere jadi skenarionya ketemu di Karacak. Siap2 jas ujan dan lampu ya.. karena kita akan nunggu mereka sampai di Karacak. Bayangin aja 50 orang gimana tunggu2annya kan ya. Ya udah, deal. Terakhir khusus sy nunggunya di Depok aja ya. Dari pertigaan parung sawangan, mundur ke Mpok Kelly, ke depan gerbang Telaga golf sampai akhirnya pertigaan Meruyung dan RSUD depok. Lumayan lah daripada gowes ke Cinere dulu. Belakangan baru mikir, inget pengalaman awal2 dulu gowes Depok – Bogor via Bojong Koneng bareng teman2 komunitas Cinere, walah speednya kenceng2 terutama di jalan datar. Kayanya harus latihan cadence karena kayanya lemah di putaran cepat nih. Lagian juga waktu itu kalah di persenjataan juga sih. Hiks. Ini membuat was2 jangan2 kejadian ini terulang lagi nih. Mana nih badan ngga enak lagi abis naik kereta di hari Jum’at. Apa karena alergi debu (karena pakai batik Jumat aja) dan serangan bakteri di KRL ya? Walhasil gejala radang tenggorokan, dan flu menyerang. Malam2 malah terasa sedikit mual dan demam sampai istri bertanya kok setiap weekend sakit mulu sih. Segera saja minum obat racikan yang kemarin belum habis untuk demam dan radang tenggorokan dan gintur abis set alarm sepagi mungkin. Sengaja kalau minum obat bukan antibiotik diusahakan hanya pas bener2 perlu saja biar ngga terlalu banyak obat yang meracuni tubuh. Akhirnya pagi2 bangun, cari lampu ternyata penghantar listrik yang nempel ke salah satu batrenya lepas dan gak mau nyala padahal udah cari lapisan alumunium ala McGyver tapi ngga nyala juga (jangan2 emang batrenya abis). Sama cari kertas map atau plastik untuk pencegah air hujan terbang ke atas dan mengenai muka seperti pernah liat temen2. Efektif dan murah, jadi coba aja deh. Terakhr isi tekanan ban sampai pol dan siapin tas untuk baju ganti karena kayanya banyak perlu baju atau kain kering nih. Jam 6 tepat jalan dari bellacasa Depok tercinta, menelusuri Tole dan melewati Sawangan tiba ada bbm berbunyi (tidit tidit). Mereka bilang bakalan telat, tapi setelah diperhatikan ini kan pesan 24 menit yang lalu. Akhirnya ya udah sampe di meruyung jam 6.20 makan nasi uduk eh nasinya banyak banget. Baru setengah tiba2 ada telepon mereka sudah sampai di RSUD 2km dari situ. Walhasil buru2 bayar dan jalan kesitu, untungnya jalanan menurun. Ketemu om Irvan ternyata dia pakai Surly. Lho bukannya kemarin ada rencana mereka lewat offroad dari Cinere? Makin jiper aja nih. Bener aja pas mulai jalan tiba2 Si Surly sudah menghilang entah dimana. Ternyata Pasangan linskey bilang (heheh Mirna dan Ichsan) kita belok kiri lewat Arco. Beberapa saat kemudian kita stop di ujung Arco tempat sarapan dan nongrongnya teman2 Sacycs yang katanya mau ke trek belakang situ (ah lupa namanya). Pokoknya katanya lewat rumahnya Jammy B-Bike ajah. Ternyata mereka lagi tunggu om Kunto dan Om Agung, teman dari Copi yang dulu sering gowes bareng. Wah karena ngga bisa nunggu lama2 terpaksa setelah Om Ichsan dan Om Irvan sarapan kita langsung ciao dan agogo (halah ketahuan deh tuanya). Ternyata lurus dari situ kita keluar di jalan raya Parung, lumayan motong jalan ngga lewat pertigaan parung sawangan. Dari situ mulai belajar mengikuti surly (belakangan baru tahu ternyata itu sepeda cyclocross bukan sepeda turing seperti dugaan sebelumnya). Karena Ban yang besar (kalau ngga salah pakai 700c) dan ratio gear untuk balap membuat sy tergopoh gopoh untuk menempelnya. Setelah beberapa minggu sebelumnya memaksa main putaran cepat sekarang jadi coba pakai power. Ternyata memang dasar ngga cocok jadi sembalap kayanya memang lebih cocok pakai putaran lambat, kalau pakai putaran cepat keknya cepet capek deh (harus beli roller nih di rumah kalau mau serius). Jadi kesimpulan kalau untuk jalan jauh pakai putaran lambat aja biar lebih tahan lama untuk goweser nubie seperti sy ini.
Menelusuri Jalan raya Parung akhirnya kita sampai di pertigaan ke arah Atang Sanjaya belok kanan dan kita regrouping di pertigaan Atang Sanjaya yang ada bangkai Helikopternya. Tidak lupa foto2 dulu kemudian kita jalan lagi sampai bertemu percabangan kita ambil yang kiri. Di sini pemandangannya mulai menghijau. Kiri kanan ada sawah menghijaunya bikin tambah semangat nggenjot. Beberapa km dimanja pemandangan sampai kita melihat tebing gunung (longsor) khas di Ciampea dan macet di pasar. Bener2 macet sampai sepeda pun ngga bisa nyelip. Setelah berjibaku kita belok ke kanan melanjutkan perjalanan di iringi sawah di kiri dan kanan kita sampai di pertigaan. Regrouping lagi sambil bertanya dan istirahat di warung kita memutuskan untuk mengambil ke kanan karena kalau ke kiri kita akan segera ketemu jalan raya leuwiliang. Benar saja walaupun banyak turun naik enakan lewat sini karena lebih sepi. Regrouping lagi sebelum jalan raya (kalau ngga salah di Desa Galuga). Benar saja 200 m sudah terlihat jalan raya dan ada tulisan warung yang besar GALUGA. Insiden dimulai (hehehe), begitu belok kanan di jalan raya terlihat jembatan besar. Wah ini mah sudah dekat sama Karacak. Udah gung duluan. Siap langsung tancap crank dan ketemu pasar leuwiliang. Liat di tiap pertigaan jangan2 ini harus belok kiri menuju Cianten. Tapi kan belokan ke Karacak itu ada tandanya besar2 menuju PTPN Cianten. Jadilah jalan terus menembus kepadatan pasar meninggalkan yang lain untuk mencari perempatan Karack. Beberapa saat kemudian melihat di kiri ada rumah yang besar banget, seperti di Sinetron ada putaran air mancur sampai 1 rumah besar khusus untuk garasi (aneh juga di tempat seperti ini). Baru curiga kayanya belum pernah lewat sini. Akhirnya tanya ke abang2 ternyata mereka bilang sudah kelewat. Tanya lagi untk second opinion ternyata begitu juga jawabannya. Masih sih kelewat. Untuk beberapa saat kemudian yang lain datang setelah beberapa saat mikir bahwa sendirian kesasar. Wah baru coba di depan langsung kesasar. Ternyata mereka juga pikir bahwa Karack masih di depan. Setelah kita balik lagi baru tahu bahwa tanda ke PTPN cianten sudah dicopot. Waduh, kalau mau copot bilang2 dong ke kita biar ngga nyasar. Abis selama ini patokannya kan Cuma itu hehehe. Ya udah kita langsung belok kanan untuk menuju PLN Karacak. Akhirnya kita tancap crank lagi karena kayanya kalau naik mobil ngga begitu nanjak deh. Ternyata Menyamakan kecepatan dengan Surly menyebabkan mesin terlalu panas alias tanda2 kram mulai terasa. Karena ngga tahu seberapa jauh lagi Karacak terpaksa deh menurunkan gear dan kecepatan supaya ngga overheat. Ternyata Om Irvan akhirnya malah mengajak istirahat yang awalnya seneng malah kecewa karena Karacak sendiri hanya 100-200 meter di depan aja. Nanggung banget istirahatnya.
Di sana ternyata sudah ada beberapa 69ers yang baru sampai juga. Dan langsung kita makan yang sudah disediakan (plus sop buah tentunya). Pas waktu menunjukkan jam 11an dan km yang sudah ditempuh sudah 60km (dari Depok yah). Wah berarti kalau PP bisa 120 km nih. Abis makan beberapa ada yang langsung ke atas dan beberapa memilih untuk istirahat menunggu yang lain. Ngobrol2 tanya kalau ke pelabuhan ratu ternyata hanya 7 km lagi dari kebon teh (walau setelahnya di revisi jadi 10 km, wah). Padahal kayanya masih jauh deh kalau lihat dari gugelmep. Akhirnya satu persatu 69ers berdatangan. Ternyata berkenalan dengan komunitas ini sungguh unik. 69 itu sendiri ternyata dari nomor RT dan RW nya. Kirain sebelumnya berdasarkan angkatan atau tahun lahir. Yang merekatkan komunitas ini sendiri adalah sosok “Mbah” yang semangat untuk memotori setiap event dari komunitas ini sehingga ada beberapa atlet senior bahkan kadet yang ada di sini. Jadi dari remaja belasan tahun, pria pekerja, suami istri goweser, sampai sekeluarga bahkan para sesepuh pun lengkap di sini. Salut salut.
Sesuai dengan lamaran cuaca sekitar jam 1.30 hujan deras, sehingga sampai jam 2 kita putuskan mengenakan peralatan anti hujan untuk pulang kembali ke rumah. Wah lembaran plastik anti cipratan air untuk ban depan ternyata efektif lho. Muka jadi ngga terganggu sama air yang keatas karena putaran ban. Setelah insiden ban kempes Surly yang untungnya siap dengan ban dalam cadangan kita lanjutkan ke jalan raya leuwiliang. Kita akhirnya belok ke kanan ke arah pasar Ciampea sambil regrouping. Lanjut menembus kemacetan pasar akhirnya kita pisah dengan grup besar di percabangan yang menuju Atang sanjaya. Perlu diceritakan bahwa dalam kondisi hujan begini pemandangan persawahan bumi pasundan ini sangat luar biasa. Sesaat mengandaikan kalau bawa kamera DSLR tapi bingung juga menghindarkan supaya ngga kena air. Menelusuri Atang sanjaya sampai ke Jalan raya Parung, akhirnya kita menyebrangi batas jalan untuk ke arah Komplek Arco lagi. Rencana makan duren akhirnya diganti dengan makan di Pondok Sayur Asem Ma Abeng. Letaknya ini sebelum ke ujung Arco. Pas berangkat sebenarnya sudah ngelirik warung ini yang sepertinya cukup menarik. Baru duduk sudah terlihat ikan mas yang besaaaaar banget. Ukurannya setelah di bagi tiga masih hampir sejengkal orang dewasa (tingginya). Jadi bisa dua kali lipat lebih besar dari biasanya. Ayamnya pun juga besar2, entah gimana mesennya nih warung. Akhirnya pesen sayur asem sama ikan masnya minta dipecak. Sebenarnya menu lengkapnya seperti warung nasi lainnya ada lalapan, sambal dan jengkol muda selalu tersedia dihampar di meja. Gabus pucung juga ada disini, mungkin lain kali boleh juga menu lainnya. Tapi khusus hari ini kita pecak ikan mas dulu deh. Saking banyaknya akhirnya ikan masnya kita makan bareng2 itu juga hampir bersisa kalau ngga digado.
Jam menunjukkan 17.30, wah kayanya pas nih bisa sampe rumah sebelum benar2 gelap. Benar saja setelah kita berpisah di meruyung sayup terdengar azan magrib di mesjid Jalan raya Sawangan di mampang dekat DTC. Tidak sampai 10 menit sampai di kediaman Bellacasa dimana langit masih menyisakan sinar matahari sedikit. Wah bahkan kalau kita naik mobil biasanya pulang malam bisa jam 9. Kalau kita masuk offroad di Cianten mungkin bisa juga karena kita lama istirahat pas nunggu makan siang. Tapi pasti capenya luar biasa. Sampe rumah siram dikit sepeda biar ngga kotor2 amat langsung mandi ahhhh segarnya. Cek speedo menunjukkan 120 km. Lumayan lah ampir sama Bogor Bandung. Overall gowes hari ini lumayan full gowes, walau awalnya nggak enak badan tapi pas gowes malah ngga kerasa. Kembali genjot dengan putaran lambat ternyata emang cocok pada dasarnya sama karakter sepeda sy. Kenalan dengan banyak orang baru dan komunitas. Thanks nte Mirna, beserta suami Om Ichsan dan teman Om Irvan. Thanks juga 69ers yang kita tumpangin eventnya mudah2an lain waktu kita bisa gowes bareng lagi.

Saturday, February 4, 2012

Curug Bojong Koneng, the next happening Waterpark at Sentul

Menghabiskan akhir minggu lagi recover abis sakit ngapain ya enaknya? Ya apalagi, gowes lah. Jawaban sama untuk pertanyaan berbeda. Serius ngga sih.. Ya bisa aja, tinggal pilih trek yang bersahabat aja. Tapi tetep mau yang pemandangannya hijau dan adem. Biasanya kita akan pilih Bojong Koneng. Apalagi setelah kemarin gagal ikutan race 1PDN boleh juga cobain lagi trek offroadnya. Terbayang pernah beberapa saat yang sudah cukup lama, pernah mengunjungi air terjun di dekat warung km 0 (bojong koneng), atau titik isitirahat trek uphill bojong koneng. Curug ini bisa terlihat kalau kita berhenti di turunan sebelum tanjakan terakhir di sebelah kiri. Beberapa kali pernah melihat banner besar promosi dan proyek di daerah jalan menuju gunung pancar yang menandakan akan ada tempat wisata air terjun yang sepertinya cukup besar. Akhirnya nguping-nguping diketahui ternyata itu adalah proyeknya Bakrie seperti Waterpark the Jungle yang di Bogor. Sepertinya konsepnya sangat menarik, waterpark atau kolam renang dengan air alami dilengkapi dengan air terjun asli. Wow! Untuk memudahkan akses kabarnya bahkan gunung karang sudah dibelah agar mobil bisa masuk. Luar biasa apa yang bisa dilakukan oleh uang. Sebelumnya sudah dua kali saya kesana. Pertama kali bareng teman2 Sawangan Sacycs dan kedua nganterin temen-temen basket gowes kesana. Kunjungan yang kedua bahkan kita dapet bonus liat proses pemrotetan model2 di sana dengan pakaian lumayan minim (hehehe). Waktu itu akses adalah jalan setapak batu2 di persawahan yang agak susah untuk digowes. jadi di beberapa titik memang harus diangkat. Biaya masuk cuma Rp. 2000. Tapi banyak anak kecil yang nganterin dan pada akhirnya minta uang anter. Ternyata waktu itu tertera di depan pintu nama curug ini adalah Curug Luhur, nama yang mengingatkan salah satu curug yang relatif dekat dari Bogor, yaitu di kaki gunung salak. Makanya cukup mafhum setelah melihat promosi dengan nama Curug Bojong Koneng. Daripada kalau ribet jelasinnya ini curug luhur mana? Denger2 setelah proyek ini dimulai harga masuknya menjadi Rp. 5000. Dengan mengiming2i curug yang dibuat Bakrie ini akhirnya weekend ini kita gowes ke Bojong Koneng (km 0) mulai dari eks kafe teratai dekat danau, melewati trek balapan offroad dan setelah finish di warung km 0 kita mampir ke curug bojong koneng. Terkumpul 4 orang dari kantor akhirnya jadilah kita gowes dengan tema gowes recovery, karena ternyata banyak member yang habis dan sedang sakit (alesan). Janjian dengan jersey kebesaran seragam kantor yang tidak berlisensi (wah malamnya malah Bro Reza tampil di JakTV pakai seragam ini). Kenyataan Bro Charly ternyata kemarin gagal hunting sepatu sepeda akhirnya bersepeda dengan sepatu crocs. Agak nggak aman tapi toh kita ‘hanya’ nanjak kan. Cuma akhirnya diputuskan untuk tidak melalui trek offroad dan langsung ke warung dengan jalur klasik yang curam. Sekedar update saja sekarang dari bouleverd sampai warung finish semua mulus lus. Beda dengan latihan dua minggu yang lalu dengan trek yang sama, ternyata efek sakit kemarin ternyata sangat mempengaruhi performa nanjak. Walau dengan tertatih tatih di tengah tanjakan namun akhirnya sampai juga (the same old story hehehe). Ternyata hari itu ramai sekali di warung dengan tokoh2 senior gowes di sana. Bahkan teman2 milis gowes lain juga hadir di sana. Memang Bojong Koneng ngga ada matinya. Dari rekan milis, teman2 cinere, dan goweser Bogor lengkap di sana. Bahkan beberapa rekan yang sekarang lagi asik2nya ngaspal dengan road bike pun hadir dengan selapnya. Selesai ba-bi-bu, ngobrol sana dan sini akhirnya kita bertiga melanjutkan rencana kita untuk ke curug. Sesuai dengan petunjuk senior-senior barusan kita menyusuri jalan yang menuju vila Prabowo ternyata cukup mudah karena ada petunjuk arah ke kiri yang menunjukkan Curug Bojong Koneng (ada jarak 1 km di sana). Belok ke kiri ternyata ini jalan sepertinya baru dengan jalan masih berpasir seperti jalan yang akan diaspal dan terus menurun sampai ketemu portal masuk. Agak kaget juga ternyata biaya masuk dikenakan Rp. 12,000 per orang. Waduh mahal juga ya, dengan harga segitu kira2 service apa yang kita jumpai di sana ya. Menuju ke curug tampak tebing2 yang baru dipotong. Kita teringat daerah pecatu Bali yang jalannya di antara tebing yang dipapas. Agak berlebihan sih, tapi kalau melihat dari tebing memang mengesankan begitu, tapi kalau kita melihat ke kiri kita akan teringat bahwa kita masih di daerah tinggi di Sentul Jawa Barat. Tentunya beda dengan daerah Pecatu, hawa di sini memang benar-benar hawa pegunungan nan sejuk. Tertegun kita melihat curug dari atas yang sudah sangat jauh berbeda. Akhirnya gagal membayangkan dulu itu seperti apa. Yang sama hanyalah curug itu sendiri dan kolam penampung air yang terdekatnya saja. Arah air dan dataran tinggi di sekitarnya sudah dikeruk dan membentuk sungai yang mengelilingi air terju, tepatnya lebih mirip simulasi pantai. Wah kayaknya memang begitu konsepnya, ada pantai di gunung. Seperti kata penjaga loket tadi, di atas sini akan ada waterboom. Akhirnya tidak tahan kita mencelupkan kaki kita ke danau atau kolam itu ternyata ngga perlu khawatir kaki kita akan sakit karena batu2. Karena pasir2 yang entah sepertinya diambil dari tempat lain terasa sangat lembut di kaki. Sepertinya untuk kondisi sekarang ini anak kecil pun pasti suka bermain di sini. Walau belum ada fasilitas yang biasa ada di waterpark. Kalau saya sih lebih suka dengan kondisi alami seperti sekarang, mungkin nantipun harganya pasti berlipat2 seperti waterboom lainnya (bahkan harusnya lebih mahal). Setelah puas melihat2 curug, kita menelusuri jalan pulang dan terlihat beberapa warung yang baru dan warung yang memang dari dulu ada di situ (masih mengingat2 posisi yang lalu). Melewati warung tersebut akhirnya kita menelusuri sawah nan hijau sekitar 500 m yang sebagian kecil harus digotong karena ada beberapa gap bahkan jembatan dari bilah kayu kecil. Sebagian besar batu-batuan yang susah untuk digenjot (sebenarnya bisa tapi harus punya keseimbangan tinggi dan jangan ragu2, toh kalau jatuh tidak jauh2 kok). Sayangnya anak2 kecil di sini kadang2 sedikit mengganggu walau sepertinya niatnya membantu untuk memperoleh imbalan. Bagi saya melewati jalur pematang sawah ini mempunya sensasi tersendiri karena pemandangannya dan suasana yang hijau sangat menentramkan hati. Lewat sekitar 15 menit baru kita memasuki perkampungan dan melanjutkan jalan dengan mengenjot rolling ke kiri sampai ketemu tanjakan tajam S yang tadi kita temui pada saat nanjak. Dari situ seperti biasa langsung kita turun sampai ke tempat parkir di waktu belum menunjukkan jam 12. Lain kali mungkin ada baiknya treknya dibalik, jadi dari curug kita masih nanjak 1 km lagi ke warung km 0. Senang sekali sudah melihat transisi perubahan wisata alam di daerah sentul ini. Beberapa kali ke tempat wisata alam berbagai belahan tempat di Indonesia yang indah tapi ditersentuh perhatian pemerintah ataupun investor. Terlihat betapa perekonomian di daerah yang dulu cuna terlihat anak kecil yang panggil mister mister sekarang terlihat lebih optimis ke depannya. Di sisi lain, tersisa pertanyaan, apakah tidak bisa kita memanfaat keindahan dan kekayaan alam Indonesia dengan tetap mempertahankan alam yang asli tanpa mengeruk gunung. Kadang-kadang agak miris melihat kondisi bahwa memang masyarakat Indoesia pada umumnya memang belum bisa menikmati alam dengan tetap alami. Kondisi investor terpaksa menghancurkan alam untuk menikmati alam karena konsumen menghendaki akses mobil besar masuk ke tempat karena kalau tidak konsumen nggak bakalan datang. Waduh.. .