Popular Posts

Thursday, May 24, 2012

Joglo Attack

hMelihat rundown dari suatu acara yang disebut Joglo Attack membuat penasaran. Ini adalah acara sepedahan komunitas sepeda lipat yang diadakan di sekitaran Jogja dan Solo. Bayangan naik sepeda lipat di Malioboro dan Kota Solo langsung membuncah (apa coba). Yang paling menarik adalah acara kulinerannya yang maknyus kata maestro kulineran kita. Untuk mengisi liburan panjang kali ini acara satu ini terasa sangat ideal. Setelah menginformasikan ke beberapa teman akhirnya malah teman2 kantor yang tertarik untuk mengikuti acara ini. Alasannya sama, gowesnya tidak terlalu berat dan pikniknya oke punya . Lesson to learn, jangan terlalu lama persiapan untuk gowes. Makin lama makin terpikir untuk melengkapi alat2 yang tidak akan pernah cukup. Dampak dari itu hasil dari online didapatkan pannier Vincita yang tadinya pas dibungkus kelihatan kekecilan, tapi setelah diisi jadi proporsional dengan ukuran Speed P8 tercinta. Lengkaplah sudah, ditambah kamera dan tripod siap Joglo Attack! Kapan lagi sepedahan bisa bawa kamera seperti ini. Kalau ke gunung agak sayang soalnya takut lecet atau rusak hehehe. D-Day, Rabu, Hari terakhir kerja minggu ini. Baru ketauan ternyata di kawasan kantor kita juga ada ‘nte Mini yang ikutan. Jalan dari kantor berlima ke Senayan, tempat bis mangkal. Sebelum berangkat makan sate dulu di Softball. Kulineran dimulai… Berangkat jam 9 ternyata terlalu telat. Mengingat hari libur panjang sepanjang jalan ke Bandung hampir dipenuhi dengan mobil Jakarta. Setelah sampai Nagrek masih tidak terlalu lancar dan ditambah beberapa ruas jalan yang longsor menambah lama perjalanan. Kita memutuskan lewat jalur Selatan karena informasi yang didapatkan dari antar sopir bahwa jalur Utara macet sepanjang jalan. Meskipun begitu hal ini menutupi keindahan jalur Selatan pada saat fajar menyingsing.
Sampailah kita di Jogja, tepatnya di daerah Bantul jam 14.00! Akhirnya setelah kita berdiskusi diputuskan untuk melewati acara di Malioboro, yaitu pejabat daerah melepas rombongan gowes ke Prambanan. Kita memilih untuk mandi dulu dan secepatnya (kalau sempat) ikut rombongan gowes di tengah jalan. Kita diterima di Pesantren Darul Ulum untuk bebersih dan beberapa orang (termasuk saya ) memutuskan untuk gowes karena sudah kaku badan dari kemarin duduk terus. Gowes pertama kita dari Bantul (Pesantren Darul Ulum), blasak blusuk ke perkampungan. Setelah puas menikmati alam perkampungan Bantul – Jogja, kita ketemu jalan besar yang dijaga oleh beberapa Mashal bertuliskan Jambore Wisata. Kebanyakan memang memakai sepeda lipat, tapi ada juga yang memakai MTB, bahkan BMX. Setelah bersalam2an lanjut perjalanan dan makin lama putaran makin melambat, belakangan baru tahu bahwa memang sebenarnya jalannya menanjak. Akhirnya sampailah kita di Prambanan. Dari informasi kita baru tahu bahwa di hari biasa sebenarnya area Prambanan tidak diperbolehkan ada pesepeda masuk. Tapi untuk acara ini kita dikecualikan dengan dibolehkan untuk masuk dan bahkan menginap di sana. Luar Biasa sambutan dari JFB (Jogja Folding Bike).
Sesampainya di Prambanan, sy langsung menyiapkan pemotretan untuk saat sunset di Prambanan. Pada awalnya sy pikir badan merasa tidak enak dikarenakan terlalu lama duduk di Bis. Ternyata setelah rasa antusias karena tiba di Jogja dan Prambanan berangsur2 berganti dengan rasa sakit di geraham. Sakit gigi? Bisa dibilang begitu, tapi sebenarnya ini dikarenakan seminggu sebelum berangkat dokter gigi langganan baru saja menarik behel untuk keseluruhan gigi untuk pertama kali. Rasanya, jangan ditanya. Yang pasti setelah gelap langsung beringsut ke barak dan tidur. Ternyata tidur di barak tidak terlalu jelek. Bahkan bisa dibilang menyenangkan. Bayangan dikelilingi nyamuk, dingin, tidak nyaman sama sekali tidak ada. Malah angin malam semilir malah menambah nikmat tidur dan nyamuk tidak terasa karena perlengkapan sepeda, seperti arm warmer dan buff lebih dari cukup untuk menahan nyamuk. Lotion nyamuk jadi nggak terpakai deh. Sebenarnya kita mempunyai pilihan untuk tidur di hotel sekitar yang cukup nyaman, dan tidak terlalu mahal. Tapi karena sudah PW (posisi wenak) nggak kepikiran untuk kesana sementara beberapa peserta dari Jakarta lainnya ternyata sudah check in. Cuma badan sakit karena sepertinya saraf di gigi geraham ketarik tidak hilang setelah beberapa jam berbaring. Setelah cukup tenaga (dan kesadaran) akhirnya memutuskan untuk mencari bis yang sudah pindah agak jauh untuk peralatan tidur dan mandi sambil mencari obat penahan rasa sakit dengan melewati makan malam yang kedengarannya enak (hiks). Memang tidak berani makan karena curiga geraham yang bergerak masih tidak dapat menerima tekanan mengunyah. Dengan GPS (Ganggu Penduduk Sekitar) ketemu bis dan apotek. Ternyata 2 butir obat (dondudis et hom) tidak mempan, Cuma sempat ganti baju langsung memaksa tidur berharap sembuh secepatnya. Da da, Night Ride, api unggun, perkenalan dengan komunitas, acara hiburan, doorprize, terdengar di telinga tapi tetap nggak bisa ikut. Terdengar suara MC akhirnya sayup2 hingga tertidur. Subuh, sudah jauh baikan (sakitnya masih bisa ditoleransi untuk sekedar beraktifitas). Dimulai dengan mandi, aerobic (lengkap dengan instruktur). “Ayo maseeeeeee”, begitu instruktur terus menyemangati para om2 bersenam pagi. Sarapan tradisional ditambah dengan minuman yang tidak kalah khas Jogja siap untuk mengawali hari.
Morning ride, Tour d’ candi. Start dari Prambanan, Candi Sewu, Candi Plaosan Lor dan kidul, Candi Sojiwan dan diakhiri dengan nanjak di Candi Ratu Boko. Dasar Orang Kota, ngga bisa ngeliat objek sedikit langsung narsis sedunia hehehe… Untungnya dari Ratu Boko kita dijemput bis untuk kembali ke Prambanan. Terdengar ajakan untuk gowes Jogja – Solo yang sebenarnya tidak ada di rundown acara. Dalam hati mau memaksakan diri tapi sepertinya badan masih lemes. Setelah Sholat Jum’at sempat kecewa karena tidak terdengar ajakan gowes Jogja-Solo. Setelah tidur di bis ternyata ajakan datang lagi dan siap! Saya ikut. Dari Jakarta sepertinya hanya 3 orang yang ikut, saya, Om Fajar dan Om Tommy “Marcell” (mirip banget bo sama artis satu itu). Tapi belakangan setelah Klaten ternyata Tante Utie dan beberapa rekan lainnya memutuskan untuk turun dari bis. Panas kayanya mereka. Sebenarnya secara trek, Jogja-Solo termasuk trek yang biasa saja. Hampir selalu datar dan sedikit yang naik turun datar. Sensasinya adalah bersepeda di dua kota yang mempunyai nilai sejarah tinggi. Jogja - Klaten mengikuti kecepatan beberapa orang di depan yang luar biasa cepatnya. Setelah beristirahat dan menunggu rekan2 lain yang tidak kunjung tiba kita melanjutkan jalan dan akhirnya terpisah menjadi beberapa peleton. Anehnya setelah masuk Solo justru kita bingung dan sempet menunggu yang lain hingga ketemu kirab entah apa itu. Sore hari sebelum magrib setelah bersih2 di penginapan yang sangat bersih dan bagus sekitar manahan, kita gowes ke toko sepeda yang sering dibicarakan karena menjual Dahon yang lumayan murah. Ternyata letak toko itu ada di beberapa toko tempat cabang Commonwealth. Jadilah kita ngobrol sebentar sama satpam di sana untuk sekedar tahu. Di malah hari kita lanjut dengan kuliner di jalan gajah mada. Dimulai dengan tahu dan sate buntel, kemudian lanjut Night ride keliling Solo diakhiri dengan makan gudeg ceker. Susu sapi akhirnya nggak jadi karena terlalu capai dan sukses lah kita tewas di penginapan yang sangat lumayan itu.
Paginya kita mulai dengan start dari Manahan untuk gowes ke Pengging. Tempat ini dulunya adalah sumber mata air dan pemandian raja Pengging yang sekarang menjadi pemandian umum. Sepertinya kita gowes dengan jalan memutar sehingga melewati jalan2 kecil. Sampai di Pengging kita disambut dengan makanan yang sudah disediakan oleh panitia (Mbok Inten kalau ngga salah). Setelah itu kita mengadakan acara ulang tahun Seli Solo Raya dan membagikan door prize. Di luar dugaan sy ketemu mas Agus, suami dari sepupu di Jakarta. Sempet kaget karena ngga nyangka sama sekali akan ketemu keluarga di sini. Coba tahu dari kemarin, pasti disempetin ke rumahnya. Setelah mandi2, sepeda kita langsung dilepit ke bus dan pulang menuju Solo yang ternyata hanya berjarak sekitar 16 km. Di sini kita melihat peserta Seli Jogja yang masih kecil (sekitar 8-10 tahun) pulang ke jogja dengan ditarik ayahnya dengan tali (hehehe). Salut untuk semangatnya. Tiba di penginapan kita langsung check out dan pulang ke Jakarta. Sebeum keluar Solo kita liha2 ke Pasar Klewer dan melihat2 sekitar Keraton karena sudah tutup. Dan pulang diputuskan untuk lewat Selatan lagi, tidak lupa melewati Jogja untuk beli oleh2.