Popular Posts

Saturday, January 12, 2013

Trek Kota Bunga with 69ers

“Gile lu mir?” Itu ucapan saya pertama diminta untuk nunjukin jalan ¬komunitas sepeda 69ers ke Kota Bunga. Bukan apa2, mereka terkenal serius dalam pembinaan atlet2 mudanya. Jadi bisa dibayangin masa yang nunjukin jalan ada di belakang hehehe... Trek Sentul ke Kota Bunga salah satu trek yang sudah sejak lama mau saya tulis di catatan perjalanan sepeda saya ini. Karena memang beberapa orang menunjuk trek ini sebagai trek terberat untuk jenis tanjakan di sekitar Jakarta ini. Tidak banyak teman2 yang dengan sukarela ikut trek ini padahal secara waktu sebenarnya kalau konsisten bisa dilakukan hanya setengah hari (sekitar 4-5 jam). Korban dari trek ini beberapa teman yang biasa melahap tanjakan menyatakan trauma melalui trek ini dan tidak akan ikut lagi tanpa latihan dulu (nama dan kejadian disamarkan sehingga kalau ada kesamaan bukan tanggung jawab penerbit hehehe).

Cukup mengenai referensi, sebenarnya bagi para goweser yang sering bermain di sekitaran Sentul, trek ini bisa dipahami sebagai awal dari trek ke gunung pancar. Kita bisa mulai dari salah satu titik kumpul di Sentul City, seperti Bakmi Golek atau Petronas (Gerbang tol Sentul City belok ke kiri). Trek ini bisa dikelompokan menjadi 3 trip, Sentul City – Cibadak, Cibadak- pertigaan pasar/pospol-Hutan Pinus, dan diakhiri Pinus-Kota Bunga. Selanjutnya terserah anda, karena biasanya kita makan siang di kota bunga, naik angkot ke Mang Ade (walau biasanya macet kalau masih siang sehingga tetep akhirnya milih gowess). Dan akhirnya meluncur bahagia turun Puncak-Gadog-Sentul. “Nggak mungkinlah lu ketinggalan”, salah satu upaya Mirna membesarkan hati saya supaya mau menjadi GPS (istilah 69ers untuk penunjuk jalan). “Tapi lo ikut kan?” akhirnya saya untuk mengunci pembicaraan. Malah dijawab dengan berbagai alasan yang menyatakan dia harus ada di Citos jam 12 lah, kan ada Ichsan (suaminya) dan lain sebagainya. Alesan! Padahal sebelumnya kita di kantor ada rencana yang sempet tertunda pada akhir tahun kemarin yaitu nemenin temen2 IT untuk sepeda santai di BSD. Untungnya acara ini dijadwalkan ke minggu setelahnya sehingga ga bentrok.

Agenda setelahnya manas2in temen2 KTN (Komunitas Kantor) untuk ikutan. Beberapa menyatakan ikutan, walau di akhir2 semuanya cancel hehehe... Sebenarnya ini cuma mau mengetes seberapa terbukanya mereka dengan tantangan. Malah akhirnya Bobby yang baru sekali gowes kemarin Jakarta-Sentul-Bogor menyatakan serius untuk ikut. Akhirnya setelah melalui proses interview yang panjang akhirnya dia menyatakan siap dan sadar akan segala konsekuensinya mengikuti trek yang cukup berat ini karena seharusnya dia minimal harus tahu trek tanjakan seperti Km0 (Bojong Koneng) dulu. Siap ikut siap evak. Karena targetnya tahun ini adalah Bobby Jawa-Bali. Mantap. Hal ini saya lakukan semata2 karena menghapus tuduhan teman2 yang suka menyalahkan saya kalau ada yang merasa tertipu. Padahal kan jargon2 dalam sepeda itu kan standar. “Ayo, kamu pasti bisa”, “Sedikit lagi sampai”, “tanjakannya sudah habis kok”. Coba bayangin, masa kita demotivate teman dengan bilang, “kamu pasti ngga bisa”, “jangan ikut trek ini karena berat”. Ngga mungkin kaaaan... ? (mata terbuka dahi mengerut). Memang sih ada bumbu2 sedikit tapi namanya juga bumbu, supaya lebih sedap gitu lo (xixixi). Sampai2 Resolusi 2013 KTN adalah lebih percaya sama saya, berlebihan banget ga sih? Sudahlah, telat setengah jam dari jadwal kita berangkat dari belakang Bakmi Golek. Kalau ngga salah ada sekitar 30 orang. Setelah briefing kita menelusuri boulevard Sentul City menuju Kampung Budaya. Di sini saya kenalan dengan salah satu srikandi Indonesia, tante Gia. Tahun 2012 dia dan segelintir pegowes hebat lainnya mewakili wanita Indonesia mengatasi tantangan bersepeda jarak jauh dari Kediri ke Jakarta. Tahun depan sepertinya beliau akan memimpin tim srikandi 2013 Aceh ke Padang sekitar 1300 km. Damn!

Setelah kampung budaya kita menuruni boulevard dan belok kiri setelah masjid. Beberapa teman (belakangan tahu namanya Om Dony) kelewatan untungnya masih bisa dikejar. Setelah belok kiri itu kita ketemu jalanan baru melintang. Ini sebenarnya jalan besar untuk menuju ke JungleLand, bakal tempat bermain dan waterpark di Sentul (baca catatan saya Curug Bojong Koneng, the next happening waterpark in Sentul). Lumayan jadi nggak masuk ke kampung kita belok kanan mengikuti jalan lama menuju ke Gunung Pancar. Bedanya sampai sate kiloan kita tetap lurus. Baru di sini kita mulai merasakan beberapa tanjakan yang cukup terjal. Sampai di tikum pertama warung belokan di atas. Kalau ngga salah kita sampai di sini sekitar jam 8.30. Kalau bisa disamakan sebenarnya titik ini hampir setara dengan Warung Bojong Koneng (Km 0). Sempat mendengar bahwa kita sudah menempuh jarak 24kman, sehingga secara jarak sebenarnya kita sudah hampir setengahnya. Setelah kita menunggu beberapa lama kita memutuskan untuk membagi dua. Tim depan oleh saya sebagai GPSnya, sedangkan tim belakang dipimpin oleh Om Ichsan. Setelah warung kita dihadapkan dengan turunan menukik ke lembah. Di sini biasanya Rodex, komunitas sepeda dari Depok, mengakhiri treknya dengan makan siang di warung mang Ujang dan mandi di kali yang bersih ini. Di ujung turunan ini kita langsung dihadapkan dengan jembatan merah yang terbuat dari kayu. Jembatan ini sering disebut dengan jembatan sniper. Konon, waktu jaman petrus dulu mayatnya dilempar ke sini (hiiiii). Konsep pertama dari bersepeda, jangan terlalu senang bertemu turunan karena pasti akan ada tanjakan. Lepas dari jembatan ini langsung kita dihadapkan 3 tanjakan hampir securam turunan tadi dengan jarak masing2 hampir sama, jadi hampir 3 kalinya. Untungnya setelah itu kita bisa agak mempercepat kayuhan karena rolling (turun naik). Sampai akhirnya kita ketemu turunan berbelok. Jembatan kedua, kali ini sudah dari beton. Kalau di balik sebenarnya ini adalah tanjakan yang paling berat di ruas jalan ini, mungkin karena panjangnya dan kalau dari jembatan kita bisa membuat lemas karena kelihatan liukan dan dongakan dari tanjakan ini. FYI ternyata di bawah jembatan ini sebenarnya ada curug kecil yang tidak kelihatang sehingga kadang2 disebut curug ngumpet.

Sampai hampir setengah jam kita ketemu jalan rusak setelah jembatan ketiga dan seperti biasa kita dihadapkan sama satu atau dua mobil atau truk yang sedang berusaha naik ke atas. Entah didorong atau dikebut. Ini yang menyebalkan karena seringkali kita harus berhenti dan akan susah memulai lagi karena treknya memang licin. Lepas dari jalan rusak kita akan ketemu jembatan terakhir di ruas jalan ini dan melipir ke kiri untuk bertemu jalan besar (jalan Tajur). Arah dari kiri adalah dari Citeureup dan kita ambil ke kanan. Belakangan baru tahu bahwa rombongan belakang sempat belok kiri sebelum kembali. Setelah kita ke kanan kita akan ketemu dengan jalan roling yang menarik karena turunannya lumayan untuk mendapat momen naik sehingga sampai ke pertigaan pasar dimana ini adalah tikum kecil kedua. Setelah menunggu lebih dari 20 menit akhirnya kita memutuskan untuk jalan lagi. Beberapa sempat ketawa (kecut) karena saya sempat menyatakan bahwa tanjakan di depan adalah serius. Lah dari tadi apaan dong hehehe... Ngga tau bagus atau nggak, tapi mendung menghiasi perjalanan kali ini. Biasanya tanjakan pinus ini kita dihadapi dengan dua tantangan, yaitu tanjakan dan panas terik. Benar saja sampai di tengah2 grimis mengundang. Yang namanya tanjakan sebenarnya sama saja, tapi karena kita sudah lelah, melewati di sini kita harus hati2 karena rentan keram. Terlebih lagi tanjakan ini didahului dengan tanjakan landai yang panjang sehingga ketauan yang jarang RPM (latihan yang mengandalkan putaran kayuhan)seperti saya pasti akan cepat merasa lelah. Baru setelah itu kita disajikan dengan beberapa tanjakan tanjam yang membuat cenat cenut di paha dan betis. Untungnya sebelum tanjakan tembok para atlet memutuskan untuk istirahat jadi kita bisa memulihkan tenaga sebelum sampai ke pinus. Entah kenapa 3 kali ke sini sebelumnya kalau melewati tanjakan tembok ini biasanya saya selalu menyalahkan diri sendiri, kenapa sih sampai mau lewat sini lagi, karena biasanya yang kita rasakan luar biasa capai, panas, dan bisa keram2 kalau salah strategi. Biasanya saking overheatnya helm, kacamata dan baju sudah terbuka lebar2 dalam upaya menurunkan suhu badan yang sudah overheat. Kali ini walau ngga panas tapi sempet keram karena lagi khusuknya melintasi tanjakan dengan cara miring2 (teorema pitagoras, kalau miring dapat menurunkan tingkat kecuraman sehingga tenaga yang kita keluarkan bisa dihemat) masuk ke tanah dan terpaksa turun kaki secara tiba2 mengakibatkan keram di kedua kaki tiba2. Padahal sebelumnya tidak ada tanda2 mau keram (alesan).Dicubit2 sebentar langsung menuju ke atas dan sampai lah di tanda wisata pinus tempat paling tinggi atau akhir tanjakan gila itu. Setelah itu kita menunggu rombongan sampai kumpul semua termasuk Bobby yang masuk dalam rombongan evakuasi. Belakangan kita baru tahu bahwa settingan dari sepedanya sangat tidak tepat untuk trek semacam ini, salah satunya fork 140mm yang terlalu tinggi. Tapi salutlah belom pernah nanjak langsung ikut trek ini.

Setelah Kopi susu dan Indomi di warung kita turun bersama2 ke kawasan wisata pinus dan (seperti biasa ) nanjak lagi sampai akhirnya kita ketemu jalan rusak. Suasana Hutan Pinus berangsur2 berubah menjadi suasana puncak dengan kebun tehnya. Di sini hujan mulai turun dengan derasnya untuk ukuran puncak. Entah ada chemistri apa dengan jalan rusak, saya benar2 menikmati suasana jalan rusak setengah menanjak dengan setengah hujan. Sensasinya benar2 khas sepertinya semua masalah ngga ada apa2nya kalau dalam kondisi begini. Detak jantung cepat, badan panas dengan kondisi suhu alam yang sejuk, badan disiram air dan diguncang oleh batuan makadam membuat semangat mengayuh lebih cepat lagi. Dengan ban 1.25 sebenarnya agak rentan bocor tapi demi mendapatkan sensasi itu kita lupakan dulu, toh perjalanan sudah dikit lagi selesai dan ada mobil evak di belakang. Terbersit ajakan teman travelling untuk ke ranukumbolo, apakah sensasinya lebih dari ini. Lupakan hiking, dengan sepeda kita bisa merasakan ini dengan murah, cepat, menyenangkan dan waktu relatif singkat. Sekali lagi mengingatkan kita untuk bersyukur dilahirkan di Indonesia negara yang alamnya luar biasa.

Di akhir kebon teh kita akan ketemu pertigaan, ikuti jalur ke kiri sampai ke jalan besar. Jalur ke kiri menunjukkan 6 km ke kota bunga dan jalur satunya lagi (lurus) kita menuju ke jalan raya cianjur puncak. Sebelum gerbang ketemu jalan cianjur kita makan sate hanjawar dan memutuskan pulang kembali ke Sentul dengan mobil karena waktu sudah sore. Sementara para atlet dan tante Gia (plus suami) melanjutkan gowes ke Mang Ade untuk turun ke Gadog-Sentul. Untuk saya? Cukup hari ini. Thanks untuk jamuannya 69ers, makasih buat kehangatannya, becanda2nya, ketemu lain kali di gowes lain kesempatan. Kalau ke Baduy lagi ngajak2 yah.